I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dilihat dari segi Agama dan Budaya yang masing -
masing memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan
oleh orang - orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan
posisi Budaya pada suatu kehidupan.
Penulis masih sering menyaksikan adanya segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai - nilai Agama dengan nilai-nilai Budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan, bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai - nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya, yang tersusun berbentuk makalah dengan judul “Agama dan Budaya”. Penulis berharap apa yang diulas, nanti dapat menjadi paduan pembaca dalam mengaplikasikan serta
dapat membandingkan antara Agama dan Budaya.
Penulis masih sering menyaksikan adanya segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai - nilai Agama dengan nilai-nilai Budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan, bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai - nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya, yang tersusun berbentuk makalah dengan judul “Agama dan Budaya”. Penulis berharap apa yang diulas, nanti dapat menjadi paduan pembaca dalam mengaplikasikan serta
dapat membandingkan antara Agama dan Budaya.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Agama
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti
tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti
sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara
integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan,
sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama
sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau
sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan
alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama
tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan
diberlakukan.
Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa
Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata
religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan
tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas
tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungan antar sesamanya
(horizontal).
Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas
tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus mempesonakan
Dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus atau terdesak secara
batiniah untuk merespons.Dalam kaitan ini ada juga yang mengartikan religare
dalam arti melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan
perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.
B.
Pengertian Budaya
Secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil cipta serta
akal budi manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta meningkatkan kualitas
hidup dan kehidupannya. Atau, kebudayaan adalah keseluruhan kemampuan (pikiran,
kata, dan tindakan) manusia yang digunakan untuk memahami serta berinteraksi
dengan lingkungan dan sesuai sikonnya. Kebudayaan berkembang sesuai atau karena
adanya adaptasi dengan lingkungan hidup dan kehidupan serta sikon manusia
berada.
Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau
unsur-unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring dengan
perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan; kebudayaan
berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya, jika ia
mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan saja
bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan nenek
moyangnya, melainkan termasuk mengembangkan hasil-hasil kebudayaan.
Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada
komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun
temurun yang disebut tradisi. Tradisi iasanya dipertahankan apa adanya; namun
kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas
yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke dalam
komunitas budaya (dan tradisi) tertentu; banyak unsur-unsur kebudayaan
(misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni lukis dan ukir) di isi
formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan antara agama dan kebudayaan.
C.
Bentuk – Bentuk
Agama Dan Kebudayaan
1.
Bentuk Agama
Agama ada yang bersifat primitif dan ada pula yang
dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama
yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah Dinamisme, Animisme, Monoteisme
dll, adapun pengertiannya adalah sebagai berikut:
·
Pengertian Agama
Dinamisme ialan : Agama yang mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang
misterius. Dalam faham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan
gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari – hari. Kekuatan gaib itu
ada yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat. Dan dalam bahasa
ilmiah kekuatan gaib itu disebut ‘mana’ dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau
sakti’.
·
Pengertian Agama
Animisme ialah : Agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang
bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Bagi masyarakat primitif roh
masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau
udara. Roh dari benda-benda tertentu adakalanya mempunyai pengaruh yang dasyat
terhadap kehidupan manusia, Misalnya : Hutan yang lebat, pohon besar dan ber
daun lebat, gua yang gelap dll.
·
Pengertian Agama
Monoteisme ialah : Adanya pengakuan yang hakiki bahwa Tuhan satu, Tuhan Maha
Esa, Pencipta alam semesta dan seluruh isi kehidupan ini baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak.
2.
Bentuk Kebudayaan
·
Kebudayaan Persia
Dalam sejarah kebudayaan Persia, masyarakatnya banyak
yang menyembah berbagai alam nyata, seperti langit, cahaya, udara, air dan api.
Api dilambangkan sebagai Tuhan baik, sehingga mereka menyembah api yang selalu
dinyalakan didalam rumah – rumah.
·
Kebudayaan Romawi
Timur
Kerajaan Romawi didirikan pada tahun 753 M. Budaya
Romawi pada umumnya beragama Nasrani. Dalam Kebudayaannya dikenal 3 muhzab yang
termasyur yaitu :
1. Mazhab Yaaqibah, yang bertebaran di Mesir, Habsyah Mazhab ini berkeyakinan bahwa Isa Almasih adalah Allah.
1. Mazhab Yaaqibah, yang bertebaran di Mesir, Habsyah Mazhab ini berkeyakinan bahwa Isa Almasih adalah Allah.
2. Mazhab Nasathirah yang betebaran di Mesir, Irak,
Persia
3. Mazhab Mulkaniyah, Kedua Mazhab ini berkeyakinan
bahwa dalam diri Al-Masih terdapat 2 tabiat yaitu :
a. Tabiat ketuhanan.
b. Tabiat kemanusiaan.
·
Kebudayaan Islam
Sejalan dengan perkembangan dunia dan perubahan zaman,
Ajaran – ajaran Islam pun kian marak dijadikan sebuah Budaya, yang akhirnya
masyarakat sendiri sulit membandingkan antara Agama dengan Budaya.
Contohnya : Masalah busana muslim “Jilbab”, di zaman
dahulu busana muslim atau jilbab adalah pakaian yang menutup aurat, pakaian
longgar dan panjang, sedangkan zaman sekarang jilbab menjadi sebuah model atau
gaya yang mana tidak lagi melihat pada tuntunan Islam.
D. Unsur-Unsur
Agama Dan Kebudayaan
1.
Unsur-Unsur Agama
Unsur-unsur penting yang
terdapat dalam Agama ialah :
·
Unsur Kekuatan
Gaib : Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai
tempat minta tolong. Oleh karena itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan
baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan
mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib itu sendiri.
·
Keyakinan Manusia
: bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada
adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya
hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.
·
Respons yang
bersifat Emosionil dari manusia : Respons itu bisa mengambil bentuk perasaan
takut, seperti yang terdapat dalam agama – agama primitif, atau perasaan cinta,
seperti yang terdapat dalam agama – agama monoteisme. Selanjutnya respons
mengambil bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama primitif, atau pemujaan
yang terdapat dalam agama – agama monoteisme. Lebih lanjut lagi respons itu
mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang besangkutan.
·
Paham adanya yang
kudus (saered) dan suci : dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang
mengandung ajaran – ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat – tempat
tertentu.
2.
Unsur-Unsur
Budaya
Adapun Unsur Kebudayaan yang
bersifat universal yang dapat kita sebut sebagai isi pokok tiap kebudayaan di
dunia ini, adalah sebagai berikut :
·
Peralatan dan
perlengkapan hidup manusia sehari – hari misalnya : pakaian, perubahan, alat
rumah tangga, senjata dan sebagainya.
·
Sistem mata
pencaharian dan sistem ekonomi. Misalnya : Pertanian, peternakan, sitem
produksi.
·
Sistem kemasyarakatan,
misalnya : kekerabatan, sistem perkawinan, sistem warisan.
·
Bahasa sebagai
media komunikasi, baik lisan maupun tertulis.
·
Ilmu Pengetahuan
·
Kesenian,
misalnya : seni suara, seni rupa, seni gerak.
E.
Agama Budaya
Agama yang dibudayakan adalah ajaran suatu agama yang
dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh penganutnya sehingga
menghasilkan suatu karya/budaya tertentu yang mencerminkan ajaran agama yang
dibudayakannya itu. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa membudayakan
agama berarti membumikan dan melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari. Memandang agama bukan sebagai peraturan yang dibuat oleh Tuhan
untuk menyenangkan Tuhan, melainkan agama itu sebagai kebutuhan manusia dan
untuk kebaikan manusia. Adanya agama merupakan hakekat perwujudan Tuhan.
Seperti dalam mengideologikan agama, pembudayaan suatu agama
dapat mengangkat citra agama apabila pembudayaan itu dilakukan dengan tepat dan
penuh tanggung jawab sehingga mampu mencerminkan agamanya. Sebaliknya dapat
menurunkan nilai agama apabila dilakukan dengan tidak bertanggung jawab.
F.
Agama dan Budaya
Budaya menurut
Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan
belajar.
Jadi budaya
diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara
makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam
masyarakat adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal
teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud
dalam seni, tatanan masyarakat, ethos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach
berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa
mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi
sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati
dan membayangkan Tuhan.
Lebih tegas
dikatakan Geertz , bahwa wahyu membentuk suatu struktur psikologis dalam benak
manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau
kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan
saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara,
ukiran, bangunan.
Dapatlah
disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi
manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu
agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya
dan beberapa kondisi yang objektif.
G.
Hubungan Agama dan
Kebudayaan
Kebudayaan
dikenal karena adanya hasil-hasil atau unsur-unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan
terus menerus bertambah seiring dengan perkembangan hidup dan kehidupan.
Manusia mengembangkan kebudayaan; kebudayaan berkembang karena manusia. Manusia
disebut makhluk yang berbudaya, jika ia mampu hidup dalam atau sesuai
budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan saja bermakna mempertahankan
nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan nenek moyangnya; melainkan termasuk
mengembangkan (hasil-hasil) kebudayaan.
Di
samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada komunitasnya, dalam
interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun temurun yang disebut
tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya; namun kadangkala mengalami
sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas yang menjalankan
tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke dalam komunitas budaya (dan
tradisi) tertentu; banyak unsur-unsur kebudayaan (misalnya puisi-puisi, bahasa,
nyanyian, tarian, seni lukis dan ukir) di isi formula keagamaan sehingga
menghasilkan paduan atau sinkretis antara agama dan kebudayaan.
Kebudayaan
dan berbudaya, sesuai dengan pengertiannya, tidak pernah berubah; yang
mengalami perubahan dan perkembangan adalah hasil-hasil atau unsur-unsur
kebudayaan. Namun, ada kecenderungan dalam masyarakat yang memahami bahwa
hasil-hasil dan unsur-unsur budaya dapat berdampak pada perubahan kebudayaan.
Perbedaan antara agama dan budaya tersebut menghasilkan
hubungan antara iman-agama dan kebudayaan. Sehingga memunculkan hubungan (bukan hubungan yang saling mengisi
dan membangun) antara agama dan budaya.
Akibatnya, ada beberapa sikap hubungan antara Agama dan Kebudayaan, yaitu:
1.
Sikap Radikal: Agama
menentang Kebudayaan. Ini merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan
pertantangan antara Agama dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon
masyarakat berlawanan dengan keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu,
manusia harus memilih Agama atau
Kebudayaan, karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan.
Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak
ketika menjadi umat beragama.
2.
Sikap Akomodasi:
Agama Milik Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan keselarasan antara Agama dan
kebudayaan.
3.
Sikap Perpaduan:
Agama di atas Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan adanya suatu keterikatan antara
Agama dan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan
ilahi dan insani; manusia harus mempunyai dua tujuan sekaligus.
4.
Sikap Pambaharuan:
Agama Memperbaharui Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa Agama harus
memperbaharui masyarakat dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu
bukan bermakna memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru;
melainkan memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama
mau mempraktekkan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak bertantangan ajaran-ajaran Agama.
Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul
hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan
harus terus menerus. Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil
kebudayaan dari luar komunitasnya, maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar
dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan atau menggunakannya.
Karena
adanya aneka ragam bentuk hubungan Agama dan Kebudayaan tersebut, maka solusi
terbaik adalah perlu pertimbangan – pengambilan keputusan etis-teologis (sesuai
ajaran agama). Dan untuk mencapai hal tersebut tidak mudah.
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian tentang “Agama dan Budaya” yang telah dipaparkan diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa Agama adalah mutlak ciptaan Tuhan yang hakiki oleh karena itu agama dijamin akan
kefitrahannya, kemurniannya, kebenarannya, kekekalannya, dan konstanta atau
tidak dapat dirubah oleh manusia sampai kapanpun. Sedangkan kebudayaan adalah
hasil cipta, karya, rasa, karsa dan akal buah budi manusia untuk mencapai
kesempurnaan hidupnya, dimana kebudayaan itu sendiri akan mengalami perubahan
sejalan dengan perkembangan jaman. Oleh karena itu, saya menekankan bahwa
antara agama dan budaya meski memiliki hubungan namun tidak dapat dicampur
adukan. Demikian makalah ini disususun, semoga dapat menjadi satu dari budaya
sarana dalam menerangkan antara agama dan budaya.
IV. DAFTAR PUSTAKA
-
Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama,
Yogyakarta: Kanisius, 1992.
- Mulyono,
Sumardi, Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta; Pustaka
Sinar Harapan, 1982.
- Koentjaraningrat,
Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Ranaka Cipta,1990
21.03.00
makasih yah, bermanfaat :D
BalasHapusThanks:D
BalasHapus